When the talks get excited

Saya pernah membaca sebuah kalimat seperti judul di atas yang menurut saya maknanya adalah jika kita menemukan orang yang ternyata memiliki kesamaan dengan kita yang tidak pernah kita duga, sehingga pembicaraan menjadi jauh lebih menarik lagi. Dan saya baru mengalami kejadian ini.

Selama hampir dua bulan berada di Jepang ini, satu-satunya orang yang rutin menjadi teman komunikasi saya adalah Tanaka-san (sekretaris sensei).  Kami memutuskan untuk selalu makan siang bersama. Pilihan makan siang kami adalah pergi ke kafetaria kampus atau membawa bekal makan siang dan makan di ruangannya. Tapi lebih banyak kami membawa bekal, karena kafetaria kampus selalu ramai di jam makan siang. Dengan rutinitas ini, paling tidak setiap hari selalu ada saja hal-hal yang kami bicarakan. Baik tentang Indonesia maupun tentang Jepang.

Tapi siang ini, pembicaraan kami menjadi sangat-sangat menarik karena ternyata kami memiliki kesamaan yang tidak terduga. Hal ini diawali dengan pertanyaanya kepada saya “Do you know Dong Bang Sin Ki?” Mendengar pertanyaan ini saya sangat terkejut, “tentu saja saya tahu”. DBSK adalah grup idol favorit saya beberapa tahun yang lalu. Dan ternyata Tanaka-san juga fans dari DBSK. What a surprise! Benar-benar tidak menyangka saya. Karena beliau sebenarnya sudah tidak muda lagi, di saat saya juga sudah tidak bisa dikatakan muda lagi untuk menjadi penggemar idol. Tanaka-san 10 tahun lebih tua dari saya.

Akhirnya pembicaraan kami menjadi sangat heboh. Apalagi saat dia bercerita bahwa dia akan menonton konser DBSK di Fukuoka nanti tanggal 9 dan 10 November 2019. Dua hari dia akan pergi menonton konser DBSK. Sungguh luar biasa. Saya senang tapi nelongso. Yang membuat saya nelongso adalah, sebenarnya dia punya satu tiket lebih dan dia sedang ingin mencari orang yang berminat membeli tiket ini. Harganya 30 ribu yen. Saya tidak nelongso karena harga tiketnya. Saya nelongso karena tanggal 9 November adalah hari saya harus meninggalkan Fukuoka menuju Tokyo dan tanggal 12 November saya pulang ke Indonesia. Luar biasa nelongso rasanya.   Betapa saya ingin ikut dengannya untuk menonton konser DBSK. Karena 5 tahun saya di Korea saya tidak pernah menonton konser mereka. Tapi saya ingat pernah menonton mereka saat ada acara di Busan, dan ada banyak penyanyi-penyanyi yang datang. Tapi saat itu kurang memuaskan karena saya ingat sekali saat itu hujan, dan saya duduk di barisan yang jauh sekali dari panggung. Bahkan saat DBSK tampil, dari layar besar yang dipasang-pun saya tetap tidak bisa jelas melihat penampilan mereka, saking jauhnya posisi duduk saya. Tapi wajarlah, itu acara gratis.

Namun, nelongso saya sedikit terobati dengan hal lain yang masih berhubungan dengan dunia k-pop (aaahhh kapan ya saya beranjak dari dunia ini). Tadi malam saya nelongso (tulisan saya kali ini kenapa banyak kata nelongso-nya ya?). Dari akun FB saya, saya melihat informasi bahwa K.Will akan melakukan tour konser ke Jepang dan Fukuoka termasuk salah satu kota yang akan disinggahi. Wow… Saya ingin menontonnya. Tapi tadi malam saya sudah langsung menyerah dengan ide itu karena saya tidak tau bagaimana proses pembelian tiketnya, dimana konsernya akan dilaksanakan, dll. Saya sudah merasa tidak ada orang yang akan bisa saya mintai tolong untuk urusan ini. Tapi siapa sangka, siang ini harapan saya untuk menonton konser K.Will bisa menjadi kenyataan. Tanaka-san akan membantu saya mencarikan informasinya. Tahun 2012 saya menonton konser  K.Will di Busan, mudah-mudahan 5 tahun setelah itu saya kembali bisa menonton konsernya. Wow…wow…wow…What a lovely day is today^^.

Countryside

Weekend yang lalu saya berkesempatan untuk main ke wilayah countryside-nya Fukuoka. Entah tepat tidak ya saya menyebutkannya sebagai countryside-nya Fukuoka. Tapi yang jelas saya ingin menggambarkan perbedaan situasi antara wilayah kota yang menjadi rutinitas saya dan wilayah pinggiran yang baru saja saya kunjungi tersebut.

Jadi, di Fukuoka ini saya tinggal di asrama universitas di daerah Ijiri, Minami-ku, Fukuoka-shi. Daerah ini termasuk wilayah kota, karena dekat dengan pusat kota-nya Fukuoka dan tergambarkan dengan padatnya pemukiman. Apartemen-apartemen tinggi berjajar-jajar rapat dengan tidak banyak menyisakan ruang.

Teman saya yang tinggal di daerah pinggiran Fukuoka mengundang saya untuk main ke rumahnya. Dari asrama, saya harus naik JR train menuju Araki Station. Rute kereta yang saya naiki ini sebenarnya sama dengan rute kereta yang saya naiki setiap hari menuju ke kampus. Hanya saja, setelah stasiun kampus saya terlewati, saya harus melewati banyak stasiun lain untuk mencapai tujuan saya. Kalau melihat instruksi dari google map, ada dua jenis kereta yang bisa saya naiki, yaitu kereta lokal yang berhenti di setiap stasiun dengan waktu tempuh 1 jam lebih dan kereta sub-rapid yang berhenti pada stasiun-stasiun tertentu dengan waktu tempuh yang tentu lebih cepat dibandingkan kereta lokal. Dari asrama saya sudah merancang perjalanan saya, mix naik kereta lokal dan kereta sub-rapid. Saat saya baru tiba di Stasiun Sasabaru (stasiun keberangkatan), pas ada kereta lokal menuju Araki berhenti. Saya langsung naik dan begitu kereta berjalan saya sadar saya melakukan kesalahan karena seharusnya saya tidak naik kereta lokal yang langsung menuju Araki (bakalan lama perjalanannya). Saat kereta berhenti di Stasiun Minami-fukuoka, saya galau antara turun atau tidak. Saya khawatir melakukan kesalahan dengan turun lalu tidak ada lagi kereta yang menuju Araki. Akhirnya kereta berangkat lagi dan benar saja, di setiap stasiun dia berhenti. Terasa lama perjalanan, namun karena ini adalah rute yang baru saya lalui, saya menikmati saja perjalanannya. Karena ternyata pemandangannya berbeda. Saya mulai melihat sawah-sawah dan tidak lagi melihat jajaran bangunan apartemen-apartemen yang rapat tinggi menjulang. Jarak antara setiap rumah cukup jauh dan juga bangunan paling tinggi yang saya amati hanyalah maksimal dua lantai.

20190623_093046

Setelah hampir setiap hari melalui pemandangan yang sama, pergantian suasana perjalanan seperti ini terasa sangat menyenangkan. Bahkan saya terpikir untuk hanya sekedar melakukan suatu perjalanan dari dalam kereta saja. Pergi ke suatu tempat yang baru, menikmati pemandangan dari dalam kereta dan jika sudah sampai tujuan, tidak perlu keluar stasiun. Hanya perlu berpindah platform untuk naik kereta kembali pulang.  Kira-kira untuk perjalanan seperti ini apakah saya akan dikenai biaya ya? Ataukah malah saya akan membuat masalah karena melakukan perjalanan pergi tapi tidak ada tujuan akhirnya sehingga mesin IC card-nya bingung bagaimana memotong kredit di kartu saya. Tampaknya layak dicoba nih untuk mendapatkan jawabannya.

Commuter pass

Di Fukuoka ini, setiap hari saya harus menggunakan transportasi umum yaitu kereta untuk pergi dan pulang dari asrama ke kampus. Untuk memudahkan dan memberi kenyamanan, dari awal saya datang di kota ini, saya sudah diarahkan untuk membeli kartu transportasi atau yang lebih dikenal dengan istilah IC card. Ada banyak jenis IC card di Jepang yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, sebagian besar IC card ini bisa digunakan untuk hampir segala jenis transportasi, baik kereta maupun bis, dan katanya bisa digunakan lintas kota di Jepang. Bahkan IC card dapat digunakan untuk bertransaksi di vending machine, yang penting vending machine-nya ada logo IC card-nya. IC card yang saya beli adalah nimoca dan belinya di mesin tiket di Tenjin Station disaat saya baru datang dulu. Selama sebulan lebih saya sudah menggunakan nimoca dan sudah beberapa kali melakukan isi ulang kreditnya.

Beranjak dari obrolan dengan teman saya yang tinggal di kota lain di Jepang, dimana dia memiliki kartu diskon untuk transportasi umum, saya mulai berpikir apakah di Fukuoka juga ada kartu seperti itu? Lalu saya bertanya kepada Tanaka-san dan seperti biasa, Tanaka-san akan membantu saya mencari informasi sedetil mungkin (dia sungguh baik…).

Setelah satu minggu berlalu dari obrolan kami pertama kali, Tanaka-san memberi saya beberapa informasi terkait dengan commuter pass (kartu langganan transportasi umum). Di Fukuoka sistemnya adalah berlangganan berdasarkan rute stasiun. Sebagai contoh, perjalanan saya dari asrama ke kampus dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis kereta dan stasiun yang berbeda. Jika menggunakan Nishitetsu train, maka rute perjalanan saya adalah Ijiri Station-Shirakibaru Station. Jika menggunakan JR train, maka rute perjalanan saya adalah Sasabaru Stasion-Onojyo Station. Sehingga, untuk memutuskan commuter pass yang akan saya gunakan, saya harus memutuskan rute perjalanan saya. Biasanya biar tidak bosan menempuh jalan yang sama, saya berangkat ke kampus naik JR train dan pulang naik Nishitetsu train.

Untuk memudahkan saya dalam memutuskan, Tanaka-san mengumpulkan informasi tentang commuter pass itu. Informasi tersebut saya rangkum sebagai berikut:

  1. Tanpa menggunakan commuter pass, dalam sebulan pengeluaran transportasi rutin saya adalah 210 yen x 2 (pp) x 20 (saya pergi ke kampus hanya senin-jumat yang berarti 5 x 4 minggu) = 8,400 yen
  2. Untuk Nishitetsu train, commuter pass untuk 1 bulan adalah 7,580 yen dan 21,610 yen untuk 3 bulan. Yang berarti jika saya berlangganan 1 bulan saya bisa hemat 820 yen dan jika saya berlangganan 3 bulan bisa hemat 3,590 yen (wooow…)
  3. Untuk JR train, commuter pass untuk 1 bulan adalah 6,290 yen dan 17,950 yen untuk 3 bulan. Yang berarti jika saya berlangganan 1 bulan saya bisa hemat 2,110 yen dan jika saya berlangganan 3 bulan bisa hemat 7,250 yen (lebih wooow lagiii…)

Dari informasi itu, tentu sangat jelas yang mana yang akan saya pilih. Betulll…jawabannya adalah JR commuter pass. Tanaka-san menyarankan saya untuk menggunakan SUGOCA commuter pass dan saya memutuskan untuk langsung berlangganan 3 bulan. Selain itu, SUGOCA card ini tidak hanya bisa digunakan sebagai commuter pass dengan rute Sasabaru Station-Onojyo Station, namun jika diisi kredit dia tetap bisa digunakan sebagai IC card biasa untuk menempuh perjalanan di luar stasiun-stasiun itu atau untuk naik bis. Informasi lain adalah, meskipun rute berlangganannya adalah Sasabaru-Onojyo Station, namun jika saya naik kereta diantara stasiun-stasiun itu, tetap tidak akan dikenakan biaya. Sebagai contoh, diantara Sasabaru dan Onojyo ada Stasiun Minami-Fukuoka dan Kasuga. Seandainya saya naik di Sasabaru Station dan turun di Kasuga Station, maka tidak ada biaya karena Kasuga berada diantara Sasabaru dan Onojyo. Biaya tambahan akan dikenakan jika saya melakukan perjalanan diluar Sasabaru dan Onojyo.

Lalu bagaimana saya harus mendaftar commuter pass ini disaat saya tidak pandai berbahasa Jepang? Tanaka-san sudah memikirkan ini. Pada suatu sore, kami putuskan untuk pulang bersama dari kampus dan sama-sama berjalan ke Onojyo Station. Pendaftaran dapat dilakukan di stasiun yang menjadi target. Berkat Tanaka-san saya tidak perlu pusing memikirkan bagaimana mengisi formulir pendaftaran itu. Saya hanya tinggal membayar uang sejumlah 17, 950 (berlangganan 3 bulan) + 500 (biaya deposit kartu). Ini semua dilakukan di loket dan saya mendapat kartu SUGOCA yang berisi identitas nama, umur (untuk menentukan apakah termasuk katagori dewasa atau anak-anak), nominal uang (yang menunjukkan lama bulan berlangganan) dan tanggal mendaftar. Selanjutnya untuk mengisi kredit agar bisa digunakan sebagai IC card biasa dapat dilakukan di mesin tiket.

Lalu apa yang harus saya lakukan dengan nimoca saya? Kalau sudah habis kreditnya apakah perlu disimpan sebagai souvenir? Ternyata kartu ini bisa dikembalikan dan kita mendapatkan deposit yang kita bayarkan saat membeli kartu ini pertama kali (500 yen). Tapi kembali, Tanaka-san membantu saya mencari informasi. Menurut dia, ada biaya yang harus kita bayarkan jika kita ingin mengembalikan kartu ini, meskipun deposit kembali utuh. Biaya itu sebesar 220 yen jika kita masih memiliki kredit di dalam kartu itu. Sebagai contoh, jika kredit saya di nimoca card adalah 1,000 yen, maka saat saya mengembalikan kartu itu saya akan mendapatkan uang 1,000 – 220 (sisa kredit) + 500 (deposit). Tapi jika sisa kredit kurang dari 220 yen, maka akan dipotongkan dari deposit kartu. Saya belum melakukan pengembalian ini, karena sisa kredit di nimoca saya masih cukup banyak. Lebih baik saya gunakan dulu saja.

Membeli laptop di Jepang

Menyambung tulisan saya sebelumnya tentang charger laptop saya rusak, akhirnya charger itu menyerah kalah. Dia sudah tidak mau lagi mengisikan daya listrik le laptop saya, sehingga detik-detik terakhir laptop saya hanya berisi kurang dari 10% energi. Tentu saja laptop ini sudah tidak bisa digunakan lagi, kecuali saya membeli charger baru.

Usaha membeli charger baru sudah saya lakukan secara online dengan bantuan teman-teman Jepang. Tapi ternyata saya masih belum beruntung, karena meskipun sama-sama bermerk ACER, namun ukurannya berbeda. Untungnya kami bisa mengembalikan pada penjualnya jika dalam waktu satu minggu barang dikembalikan.

Dan saya terpaksa harus membeli laptop baru disini. Karena tidak ingin merepotkan orang lain (meskipun orang yang direpotkan juga tidak ada), saya nekad pergi sendiri ke toko elektronik. Tujuan pertama saya adalah Yodobashi di Hakata. Melihat banyak jenis laptop, namun kebingungan menentukan yang sesuai budget. Jika spec bagus, tentu harga mahal. Mau harga murah tapi spec tidak cocok. Lama saya putar-putar di Yodobashi ini sambil berkonsultasi dengan adik saya di Indonesia (terimakasih kepada whatsapp) yang sedikit memahami dunia perkomputeran. Sudah ada laptop yang ditarget, tapi dasar naluri wanita yang tidak bisa langsung membeli dengan hanya melihat satu tempat saja. Saya putuskan ke BIC Camera di Tenjin untuk mencari alternatif, meskipun saya tahu bahwa saya harus membeli di BIC Camera. Karena saya harus membeli laptop hari itu juga dan karena hanya dua itu opsi tempat saya membeli laptop dan tidak mungkin saya harus kembali ke Yodobashi lagi (berat di tiket keretanya). Saya tidak mau jalan kaki lagi seperti saat saya ingin mencari charger. Saya putuskan untuk naik subway dari Hakata Station ke Tenjin Station.

Sesampainya di BIC Camera, pilihan saya jatuh pada dua laptop. Asus Zenbook dan hp Envy yang memiliki spec yang hampir sama. Setelah melalui berbagai pertimbangan saya putuskan untuk membeli hp Envy, karena dengan harga yang sama dengan Asus Zenbook saya sudah mendapatkan windows disaat Asus tidak. Selain itu hp Envy juga touch screen (meskipun ini tidak terlalu signifikan manfaatnya untuk saya). Namun, kekurangan hp Envy adalah sangat terbatas port-nya. Hanya ada dua port USB dan satu port tipe C (yang saya bahkan baru tahu istilah ini). Akhirnya terpaksa saya harus membeli converternya yang begitu saya sampai di asrama baru saya sadar converter ini harganya hampir satu juta rupiah (nasib blm terbiasa dengan perbedaan nilai uang-ngeluarin 9 rb yen berasa ngeluarin 9 rb rupiah…pyuuh).

BIC Camera termasuk salah satu tujuan turis di Fukuoka sehingga menawarkan pembelian bebas pajak (tax free). Saya sih iseng saja membawa paspor, karena saya tidak yakin masih dianggap turis atau tidak. Namun saat proses pembayaran laptop ini, saya sertakan saja paspor saya. Setelah dicek oleh kasirnya, saya diijinkan untuk membeli laptop bebas pajak, yang tampaknya alasannya karena saya datang ke Jepang baru dalam hitungan satu bulan. Alhamdulillah, bisa mengirit uang 8% dari total pembelian.

Beres dengan pembayaran laptop, karena saya bilang tidak pandai menginstal Windowsnya, saya diajak ke bagian service (mungkin itu nama bagiannya) untuk membantu saya. Di bagian ini ternyata saya kena biaya-biaya instal yang kalau di total menjadi 18 rb yen (termasuk pajak-disini saya harus bayar pajak karena mungkin ini berkaitan dengan jasa). Di dalamnya termasuk jasa mengganti bahasa dari Jepang ke Inggris (wow…). Saya pasrah karena tidak bisa berkomunikasi dalam Bahasa Jepang. Dalam proses ini, saya dilayani oleh bapak-bapak yang sudah berumur dan beliau memanfaatkan jasa translator via telp. Jadi jika si bapak itu ingin menyampaikan sesuatu kepada saya, beliau akan berbicara dulu di telp lalu setelah itu telp diserahkan pada saya dan saya mendengar penjelasan dalam Bahasa Inggris dari seorang gadis. Sangat lucu dan menarik proses yang saya lalui ini. Pengalaman yang tidak akan saya dapatkan seandainya saya datang dengan teman yang pandai berbahasa Jepang. Saya tidak tahu apakah fasilitas ini hanya ada di BIC Camera (karena dia toko besar) atau di tempat-tempat lainnya.

Dua jam saya harus menunggu mereka menginstal. Karena lapar saya pergi mencari onigiri (grilled salmon) di Lawson dan makan di taman. Energi sudah tidak ada untuk menunggu sambil berjalan-jalan di sekitar Tenjin. Dua jam saya menunggu di taman sambil memperhatikan orang berlalu lalang. Sampai waktunya tiba untuk mengambil laptop itu dan berterimakasih kepada bapak tua dan gadis pelayan toko yang membantu saya dalam transaksi laptop. Mereka adalah orang-orang yang baik dan mudah-mudahan mereka ikhlas membantu orang asing yang sama sekali tidak bisa berbahasa Jepang (biar rejekinya lancar selalu).

Saya dan kereta api

Sejak tinggal di Jepang ini, kereta api menjadi transportasi rutin saya, karena jarak antara asrama dan kampus cukup jauh. Ada dua jenis stasiun dan kereta api yang bisa saya gunakan untuk pergi dan pulang kampus. Yang pertama adalah naik kereta api lokal Fukuoka yang dikenal dengan nama Nitshitesu Train dari Ijiri Station (yang dekat dengan asrama) dan turun di Shirakibaru Station (10-15 menit jalan kaki untuk sampai di kampus). Yang kedua adalah JR Train dari Sasabaru Station (yang dekat dengan asrama) dan turun di Onojyo Station (jarak tempuh sama untuk sampai ke gedung saya, tapi melalui gerbang yang berbeda).

Dari awal saat orientasi medan, sensei memperkenalkan saya dengan Nishitetsu Train. Kata beliau semua kereta api yang berhenti di Ijiri Station pasti akan bisa membawa saya sampai ke kampus. Beberapa hari saya ikuti instruksi untuk selalu naik kereta di Ijiri Station. Namun jiwa petualang saya (ehem..ehemm) meminta saya untuk mencoba sesekali naik JR Train. Secara harga tiket sama saja, sama-sama 210 yen one way.

Pada suatu pagi saya memutuskan berjalan ke Sasabaru Station. Disini pelajaran saya tentang sistem kereta api di Fukuoka dimulai. Saat saya sampai, saya langsung naik kereta yang kebetulan berhenti di stasiun ini. Baru saja naik, di stasiun berikutnya (Minami-fukuoka Station) semua orang turun dan saya baru menyadari bahwa kereta ini hanya sampai di Minami-fukuoka saja. Mengikuti arus orang-orang yang tidak terlalu banyak, saya menemukan platform kereta yang harus saya naiki untuk sampai di Onojyo Station.

Selanjutnya saat mau pulang dari kampus, masih di hari yang sama, saya memutuskan untuk kembali naik JR Train. Karena saya ingin mampir di Lawson convenient shop yang kebetulan ada di dekat Sasabaru Station. Sesampainya di Onojyo Station, saya naik saja begitu ada kereta yang berhenti. Setelah Onojyo Station kereta berhenti di Kasuga Station lalu Minami-fukuoka Station. Saat berhenti di Minami-fukuoka, saya sudah mulai memiliki firasat tidak enak karena pengumuman yang disampaikan oleh masinis kereta terasa sangat panjang. Hanya saja karena saya tidak paham apa yang disampaikan, saya abaikan firasat saya itu. Dan ternyata benar, kereta ini menjadi rapid train setelah Minami-fukuoka Station, yang artinya dia tidak berhenti di beberapa stasiun termasuk Sasabaru Station. Dengan perasaan nelongso saya melihat Sasabaru Station berlalu di depan saya dan kereta langsung melaju sampai Hakata Station.

Pelajaran apa yang saya petik? Bahwa statemen yang disampaikan sensei di awal tidak berlaku untuk JR Train. Saya tidak boleh naik kereta begitu saja asal dia berhenti di stasiun itu. Untuk Ijiri Station dan Nishitetsu Train kemungkinan peraturan itu berlaku, tapi tidak untuk Jr Train. Pelajaran kedua, setiap naik kereta harus selalu membaca rute kereta itu yang selalu ada dibagian samping atas kereta di beberapa gerbongnya, yang alhamdulillah selalu dilengkapi dengan tulisan latin. Kelalaian saya karena tidak mencoba membaca karena saya selalu beranggapan semuanya ditulis dengan huruf Jepang yang saya tidak bisa membacanya. Pelajaran ketiga adalah ada beberapa jenis kereta berdasarkan kecepatan dan jenis stasiun berhentinya. Kereta express tentu saja tidak berhenti di stasiun-stasiun kecil seperti Ijiri dan Sasabaru Station. Hanya kereta yang bertuliskan “local” yang akan berhenti di stasiun-stasiun kecil, yang paling banyak saya perlukan. Lalu ada jenis kereta dengan tulisan “rapid-regional” yang berarti dia berhenti pada beberapa stasiun tertentu saja.

Ada satu lagi jenis kereta yang saya ketahui, meskipun tidak menjadi transportasi sehari-hari saya. Saat saya ingin pergi ke Uminonakamichi Park, salah satu taman yang populer di Fukuoka, saya harus transfer naik kereta kecil yang hanya terdiri dari dari 2 gerbong di Kashii Station. Kereta ini cantik, berwarna putih dilengkapi dengan toilet di salah satu gerbongnya. Stasiun yang ditempuh tidak banyak namun jaraknya cukup panjang karena sudah mengarah ke pinggiran kota Fukuoka. Kereta ini dilengkapi dengan tombol buka-tutup pintu, dimana tidak seperti kereta lainnya yang pintu otomatis terbuka atau tertutup. Di kereta ini penumpang yang naik atau yang akan turun yang harus memencet tombol itu agar pintu terbuka. Sangat menarik. Jangan sampai lupa memencet tombol sehingga kita tidak bisa naik atau turun dari kereta itu.